Site icon Conservation news

Para ilmuwan memperingatkan bahwa Malaysia mengonversi hutan tropis menjadi perkebunan karet

Asosiasi Biologi dan Konservasi Tropis (ATBC) mengutuk peningkatan praktek mengonversi hutan tropis menjadi perkebunan karet di Malaysia, dengan alasan bahwa konversi tersebut mengancam keanekaragaman hayati Malaysia, spesies terancam punah, dan melepaskan emisi gas rumah kaca yang signifikan.



Menurut resolusi resolution, perkebunan karet di Malaysia sudah berkembang hampir 30 kali lipat dalam tiga tahun dari 1.626 hektar menjadi 44.148 hektar tahun lalu. Perkebunan tersebut akan disadap lateksnya selama 15 tahun sebelum seluruh perkebunan akan ditebangi untuk diambil kayunya. Diperkirakan bahwa perkebunan karet bisa diperluas menjadi 1,2 juta hektar hanya di Malaysia saja.



“Konversi lebih lanjut dari hutan tropis menjadi perkebunan monokultur eksotis akan mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada tanaman asli dan satwa liar, peningkatan emisi gas rumah kaca dari deforestasi, banjir dan kerusakan hilir sungai, serta penurunan jasa ekosistem penting lainnya,” tulis para ilmuwan ATBC . Organisasi ini adalah perkumpulan profesional terbesar di dunia yang didedikasikan untuk penelitian dan konservasi hutan tropis dengan ribuan anggota yang mencakup lebih dari 100 negara.



Truk membawa kayu keluar dari hutan hujan Malaysia. Foto oleh: Rhett A. Butler.

Konversi juga bertentangan dengan banyak kebijakan pemerintah Malaysia, menurut ATBC. Pada tahun 1992 pemerintah Malaysia berjanji bahwa setidaknya setengah dari tanah Malaysia akan tetap berada di tutupan hutan permanen, dan bahwa pengelolaan hutan nasional harus mempertimbangkan konservasi keanekaragaman hayati.



Resolusi ATBC “mendesak pemerintah Malaysia untuk melindungi hutan tropis yang tersisa […] dan mengakibatkan moratorium segera pada konversi hutan semacam ini menjadi perkebunan karet serta tanaman kayu lainnya.”



Selain itu pemerintah harus mencari pendapatan alternatif untuk hutan-hutan alamnya dari program-program seperti Mengurangi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) dan Pembayaran Jasa Lingkungan (PES).



Pada tahun 2005 saja lebih dari 60 persen Malaysia berada di bawah tutupan hutan, meskipun hanya 11,6 persen yang dianggap ‘murni’. Negara Asia Tenggara rata-rata kehilangan 140.200 hektar hutan setiap tahun antara tahun 2000 dan 2005: tingkat deforestasi dipercepat 85 persen sejak tahun 1990-an, menjadikan Malaysia membuat lompatan tertinggi di seluruh dunia dalam penghancuran hutan. Menurut data tahun 2005 lebih dari 1,5 juta hektar di Malaysia adalah perkebunan, terdiri dari 7,5 persen hutannya.


Exit mobile version