Site icon Conservation news

Laporkan mengenai penggundulan hutan dan polusi itu berbahaya

Jurnalis yang melaporkan tentang penggundulan hutan dan polusi semakin beresiko mendapat kekerasan, dipenjara, atau tuntutan, tulis laporan baru yang dikeluarkan minggu lalu oleh Reporters Without Borders.



High Risk Subjects: Deforestation and Pollution [PDF] melaporkan insiden yang melibatkan jurnalis dan blogger yang mengekspos penebangan liar, polusi industri, dan kekerasan lingkungan lainnya di Indonesia, Argentina, El Savador, Gabon, India, Azerbaijan, Cina dan Morroco. Penyerangan ini terkait dengan korporasi, gang kriminal atau pejabat pemerintah yang terikat pada pertambangan atau penebangan.



“Jurnalis tidak memiliki kesulitan untuk meliput pemanasan global,” menurut laporan tersebut. “Namun menyelidiki penyebab pemanasan global, yang menyangkut penggundulan hutan dan polusi industri, tetap saja lebih berbahaya.”



Kolombia. Foto oleh Rhett A. Butler

“Penghalang utama pada kualitas peliputan independen dari kedua masalah ini bisa ditemukan di kerumitan antara sektor swasta (seperti perusahaan dan keterlibatan di penebangan dan penambangan) dan pejabat lokal. Bersama-sama, mereka menggunakan ‘wortel dan kayu’ seperti yang disebutkan oleh salah satu jurnalis Indonesia. Dengan kata lain, mereka mengancam dan membeli jurnalis yang mencoba untuk meliput prektek mereka yang patut disesalkan.”



Laporan tersebut memuat penyelidikan mendetail penganiayaan di sekitar operasi penambangan di Vietnam dan Argentina, di mana perusahaan dan pendukung politis mereka mengejar reporter yang mencari kerusakan lingkungan. Laporan tersebut menggarisbawahi insiden di Brazil dan Indonesia yang berkaitan dengan penggundulan hutan, termasuk pemukulan yang baru-baru ini terjadi pada Ahmadi, jurnalis di Aceh, Indonesia, oleh salah seorang pejabat tentara Indonesia yang keberatan pada sebuah artikel yang mengaitkan pejabat pada penebangan liar.



High Risk Subjects: Deforestation and Pollution menyebutkan bahwa perusahaan energi di Afrika – termasuk Shell di Gabon – telah mengancam jurnalis dengan tuntutan fitnah atas pelaporan polusi, sementara pengembang perkebunan kelapa sawit dan penebang di Indonesia kadang kala menawarkan insentif finansial pada koran-koran untuk menarik artikel-artikel kritik. Di Papua Nugini, laporan tersebut menyebutkan, Rimbuan Hijau, perusahaan penebangan Malaysia yang sejak lama telah dicela oleh pemerhati lingkungan, membeli The National, koran harian utama negara, untuk menghindari peliputan negatif dari pers.



Laporan tersebut menyimpulkan dengan mengutip Deklarasi Kopenhagen, yang ditandatangani di Konferensi Iklim Kopenhagen Desember lalu oleh lusinan organisasi jurnalis.



“Media butuh mengumpulkan informasi dan menyebarkan beritanya pada publik. Sehubungan dengan tantangan perubahan iklim, media membantu untuk menciptakan diagnosa yang independen dan dapat dipercaya mengenai keadaan planet kita. Analisis mereka memainkan peran krusial dalam membantu pembuat keputusan untuk mengadopsi kebijakan dan peraturan yang akan mengarah pada perubahan yang diinginkan.”



Akhir laporan: “Tanpa kebebasan pers, hati nurani tidak akan muncul dan perilaku tidak akan berubah. Tanpa kebebasan pers, pemerintah dan korporasi yang paling membandel tidak akan dipaksa untuk melawan pemanasan global.”



Exit mobile version