Site icon Conservation news

Wawancara dengan Staff Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Perubahan Iklim mengenai Inpres No 10 2011 (Moratorium Izin Usaha Baru)

Carbon map of Indonesia
Above ground biomass map of Indonesia from Saatchi at al (2011).



Pada bulan Mei 2011, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden mengenai moratorium selama dua tahun, menunda konsesi baru di hutan primer dan lahan gambut. Moratorium ini bertujuan untuk menciptakan kesempatan bagi Indonesia untuk melaksanakan reformasi yang dibutuhkan untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan berdasarkan Letter of Intent dengan Norwegia, yang akan memberikan hiba hingga satu miliar dolar untuk melindungi hutannya.


Presiden Yudhoyono menggunakan perjanjian dengan Norwegia sebagai landasan bagi stategi pembangunan rendah karbon Indonesia, yaitu strategi 7/26. Strategi 7/26 mengacu pada pencapaian pertumbuhan ekonomi 7 persen sekaligus mengurangi emisi sebesar 26 persen dari skenario Bisnis As Usual pada tahun 2020. Indonesia merupakan Negara yang penghasil emisi Gas Rumah Kaca terbesar ketiga di dunia, terutama karena deforestasi dan degradasi di lahan gambut yang padat akan karbon. Indonesia juga merupakan satu dari sedikit negara-negara berkembang besar yang telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK dalam kerangka waktu yang relatif singkat. Sebagai pembanding, Amerika Serikat yang merupakan Negara emiter terbesar kedua di dunia dan juga negara terkaya, namun tidak membuat komitmen yang mengikat untuk mengurangi emisi. 



Meskipun komitmen Presiden Yudhoyono untuk membatasi emisi banyak menerima pujian, namun Inpres [PDF] moratorium tersebut mendapatkan tinjauan yang beragam dari kelompok hijau. Beberapa kekecewaan terjadi karena moratorium dianggap tidak mencakup luas wilayah hutan yang lebih banyak lagi. Organisasi-organisasi ini mencatat bahwa beberapa hutan-hutan sekunder juga memiliki nilai konservasi tinggi bagi keanekaragaman hayati dan menyimpan sejumlah besar karbon. Lebih lanjut, kritik moratorium mengatakan bahwa kawasan lindung yang penting tampaknya meninggalkan peta yang mendefinisikan area mana yang tidak di konversi. Banyak pertanyaan bergulir, apakah moratorium yang ada saat ini akan membantu Indonesia memenuhi target 7/26?



Click image to enlarge


Agus Purnomo, Staff Khusus Presiden Yudhoyono Bidang Perubahan Iklim tidak sependapat dengan pernyataan skeptis tersebut. Berbicara kepada mongabay.com pada akhir Mei, Agus Purnomo mengatakan Instruksi Presiden Yudhoyono tentang moratorium meletakkan jalur untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.


“Indonesia telah bergerak pada arah yang benar, hampir melewati titik yang tidak akan kembali, di jalur menuju ekonomi karbon rendah dan berkelanjutan,” katanya. “Pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi bagian yang terintergrasi dengan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat tertinggi pembuatan kebijakan.”


Agus Purnomo mengatakan bahwa kebijakan mengikat secara hukum harus membantu mendorong sektor kehutanan keluar dari pendekatan business-as-usual yang merusak pengelolaan hutan agar menjadi lebih lestari. Agus Purnomo mencatat bahwa perusahaan Indonesia yang bertanggung jawab terhadap lingkungannya bisa mendapatkan akses pasar yang lebih baik, dan juga memberikan harga premium bagi produknya. 




WAWANCARA DENGAN AGUS PURNOMOS, STAFF KHUSUS PRESIDEN YUDHOYONO UNTUK PERUBAHAN IKLIM 






mongabay.com: Apakah Inpres langkah ke arah yang lebih, berkelanjutan ekonomi ramah lingkungan?


Kalbar. Photos dan Rhett Butler


Agus Purnomo: Ya, INPRES merupakan langkah besar untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ini merupakan Inpres pertama untuk moratorium terhadap penundaan izin baru yang pernah dimiliki oleh Indonesia, dan hal ini terjadi di masa pemerintahan Presiden SBY.


Indonesia telah bergerak menuju arah yang benar, hampir melewati titik yang tidak akan kembali, menuju ke arah ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkeberlanjutan telah menjadi bagian yang integral dari pembangunan ekonomi Indonesia, termasuk di tingkat tertinggi pembuatan kebijakan.


Instruksi presiden untuk menangguhkan penerbitan izin baru selama dua tahun ini dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi perbaikan pemerintahan, khususnya di hutan primer dan lahan gambut di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan, sebagai bagian dari kebijakan terpadu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD).


Presiden telah meletakkan jalur pertumbuhan eknomi yang berkelanjutan di Indonesia, melalui komitmen 7-26, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen sekaligus mengurangi emisi sebesar 26 persen dari Bisnis as Usual pada tahun 2020.


Kebijakan ini semestinya dapat digunakan oleh industri dan pemerintah daerah sebagai titik balik dari praktek pengunaan hutan dan hutan/gambut yang tidak lestari di masa lalu, untuk merealisasikan konsep lama yaitu “pengelolaan hutan dan perkebunan yang lestari”.


Bila hal ini diterapkan dengan benar, maka tata kelola hutan dan gambut akan mengalami perbaikan. Hal ini memberikan dampak positif terhadap industri, seperti misalnya akses ke pasar global, di mana sekarang negara sudah mulai meminta sertifikasi yang berkelanjutan akan barang yang diimpor. Dalam jangka panjang, kayu bersertifikat dan produk pertanian lestari akan memperoleh harga premium dan pelanggan setia.



mongabay.com: Apakah Inpres mengikat secara hukum? Apa sanksi harus perusahaan atau bupati gagal mematuhi?


Kalimantan Barat. Photo dan Rhett Butler


Agus Purnomo: INPRES 10/2011 ini merupakan instruksi langsung dari Presiden kepada menterinya, kepala instansi pemerintah, gubernur dan kepala kabupaten (Bupati). Pembangkangan terhadap Inpres ini dapat dihukum berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.


Sanksi hukum akan diberlakukan, mulai dari hukuman administratif sampai dengan keputusan pengadilan bagi pejabat publik yang dengan sengaja menolak untuk mematuhi INPRES ini. Jika terjadi penyuapan, maka petugas yang terlibat akan menghadapi tuduhan kriminal, berpotensi dinyatakan bersalah dan masuk ke dalam penjara.


Pemerintah juga serius dalam mereformasi proses pemilihan pejabat pemerintah setempat, sehingga praktek menggadaikan hutan sebagai jaminan untuk pembiayaan kampanye mereka dapat dikurangi secara signifikan.



mongabay.com: Mengapa Inpres terlambat 5 bulan untuk diterbitkan?



Agus Purnomo: Penundaan terbitnya INPRES ini terutama karena adanya harapan tinggi yang diangkat oleh beberapa pihak. Beberapa pemangku kepentingan menuntut INPRES ini layaknya obat mujarab akan selesainya semua masalah kehutanan hanya dari kebijakan tunggal penundaan izin ini, sementara pihak lainnya tetap ingin memaksimalkan keuntungan dengan mempertahankan praktek Busines as Usual, termasuk konversi lahan gambut untuk pertanian dan membuka daerah tambang baru di hutan primer.


Pemerintah secara konsisten telah menyampaikan serangkaian reformasi kebijakan untuk melaksanakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Kebijakan suspensi adalah salah satu dari beberapa perubahan kebijakan yang akan dikeluarkan pada tahun ini, hal lainnya adalah pembentukan Lembaga REDD+, Lembaga MRV yang independen dan lembaga keuangan yang dapat melakukan pembayaran REDD kepada masyarakat lokal.


Sumatera. Photos dan Rhett Butler

Keterlambatan mengeluarkan Inpres ini telah meningkatkan buy-in dari Instruksi Presiden itu sendiri. Meningkatknya kepemilikan oleh instansi pemerintah dan stakeholder lokal yang aktif dalam mengelola sumberdaya hutan sangat penting dalam mencapai rencana perubahan yang direncanakan selama jeda waktu dari suspensi ini diberlakukan.



mongabay.com: Apakah Satgas REDD+ akan mengambil satu atau beberapa peran yang biasanya dimiliki Departemen Kehutanan?



Agus Purnomo: INPRES 10/2011 ini hanyalah instruksi untuk menangguhkan penerbitan izin baru yang tugasnya diberikan kepada Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Kepala Unit Pengawasan Pembangunan Presiden, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Pemetaan dan Survei Badan Koordinasi, Kepala Badan Koordinasi Rencana Tata Ruang, Kepala REDD + Taskforce, Gubernur dan Kepala Distrik (Bupati).



Saat ini Satgas REDD+ sedang menyiapkan desain sebuah Lembaga REDD+ yang akan menjadi koordinator kegiatan REDD+ termasuk mengelola beberapa fungsi penunjang kegiatan REDD+; dan sebuah Lembaga MRV (pengukuran, pelaporan dan validasi) yang akan mengeluarkan laporan jumlah emisi yang berhasil dikurangi sebagai hasil dari pelaksanaan kegiatan REDD+ secara transparan. Kementerian Kehutanan tetap mengelola kegiatan kehutanan yang selama ini telah dilakukan, kecuali yang berhubungan dengan REDD+.




mongabay.com: Apakah anda percaya bahwa Inpres memiliki potensi untuk memicu reformasi yang mendasar di sektor kehutanan?



Agus Purnomo: INPRES ini dibatasi oleh sifatnya instruksi yang menangguhkan izin baru dan untuk meningkatkan tata kelola hutan dan gambut. Kita tentu bisa menggunakan INPRES sebagai dasar hukum untuk mereformasi hutan dan pengelolaan lahan gambut. Setelah Lembaga REDD+ baru ini akan beroperasi dan juga Lembaga Keuangan mulai mengucurkan dana pembayaran kepada masyarakat lokal, INPRES ini akan memiliki kekuatan pendorong untuk memfasilitasi reformasi yang direncanakan.


Salah satu perintah dalam INPRES 10/2011 adalah penugasan kepada UKP4 untuk memantau pelaksanaan program REDD+ di Indonesia. Tugas khusus ini menekankan pentingnya meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah dalam mencapai pengurangan emisi GRK yang signifikan.


Selama masa penangguhan izin baru selama 2 tahun dapat memberikan waktu bagi kita untuk memecahkan masalah yang mendasar, seperti misalnya revisi dari tingkat provinsi dan rencana tata ruang kabupaten dan resolusi konflik kepemilikan lahan, guna pengelolaan sumber daya alam kita yang berkelanjutan. Hal ini juga dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan kerangka peraturan penggunaan lahan dan membangun sistem pendataan yang mendalam atas lahan terdegradasi.


Pemerintah juga akan mengeluarkan Startegi nasional REDD+ yang mendukung pertumbuhan ekonomi rendah karbon. Tujuan utama REDD+ Indonesia akan dicapai melalui lahan gambut dan pengelolaan hutan.



mongabay.com: Mengingat besarnya moratorium yang relatif kecil dibandingkan dengan luas hutan total Indonesia, langkah-langkah apa yang sedang dipertimbangkan untuk memastikan bahwa tujuan 7 / 26 dapat tercapai?


Sumatra. Photos by Rhett Butler


Agus Purnomo: Hutan primer dan lahan gambut yang tercakup dalam kebijakan Inpres ini luasnya 72 juta hektar, tiga kali ukuran Inggris. Tidak diragukan lagi bahwa wilayah di bawah kebijakan suspensi ini mencakup mayoritas hutan di wilayah Indonesia. Bagi mereka yang menyanggah anggapan ini secara sengaja memang ingin menyesatkan publik.


Lebih dari 30 juta hektar hutan sebagian atau seluruhnya rusak. Di hutan sekunder akan tersedia bagi kegiatan ekonomi seperti pertanian, ekspansi pertambangan dan pembangunan infrastruktur baru. Indonesia sangat serius dalam melindungi hutan primer yang tersisa dan akan memanfaatkan lahan kritis. Hutan primer tersebut akan tetap terjaga sebagai hutan primer, sementara aktivitas ekonomi, terutama program pengentasan kemiskinan, dapat dipertahankan dan ditingkatkan.


Dengan menyediakan lahan terdegradasi bagi industri dan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka pemerintah dapat mendorong investasi baru yang akan membawa pekerjaan dan mengurangi kemiskinan di daerah terpencil. Presiden Yudhoyono telah memperkenalkan 4 strateginya, yaitu “pro-pertumbuhan, pro-job, pro-masyarakat miskin dan pro-lingkungan”.



mongabay.com: Apa adalah daerah yang diharapkan, sekunder, dan gambut lahan primer yang akan dikembangkan yang dikecualikan dari moratorium karena mereka memiliki lisensi yang ada?



Agus Purnomo: Peta indikatif hutan primer dan lahan gambut yang melekat pada Instruksi Presiden ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat direvisi setiap enam bulan untuk mengakomodasi perubahan dan koreksi. Peta ini akan terbuka bagi publik untuk diawasi dan dapat didownload di situs yang akan diumumkan dalam beberapa minggu. Ukuran masing-masing wilayah dapat dihitung dari peta indikatif tersebut.



mongabay.com: Apakah akan ada peninjauan ulang dari izin yang ada? Apakah ada potensi untuk pertukaran lahan?




Central Kalimantan. Photo by Rhett Butler

Agus Purnomo: Review proses perizinan dan standar manajemen lainnya akan berlangsung selama 2 tahun masa suspensi. Tinjauan izin yang ada dan pertukaran lahan (land swap) yang mungkin atas permintaan dan pada saat situasi yang diperlukan. Namun, pemerintah berkomitmen untuk memberikan kepastian hukum bagi izin yang ada, terutama bagi mereka yang telah mendapatkan “izin prinsip”. INPRES ini melarang Menteri Kehutanan untuk mengeluarkan ijin prinsip baru dalam dua tahun ke depan.


Untuk perpanjangan izin yang sudah kadaluwarsa, komisi gabungan akan dibentuk untuk mengevaluasi kepatuhan unit manajemen di masa lalu. Kinerja pemegang izin yang ada akan dipantau dan dievaluasi secara ketat. Ketika pemegang lisensi yang gagal dalam pemenuhan standar dan peraturan, izin mereka akan ditinjau ulang.



mongabay.com: Apakah ada perkiraan setiap berapa banyak lahan yang akan dibebaskan untuk pertambangan, energi, dan pengembangan makanan? Apakah proyek MIFEE di Papua akan melanjutkan?



Agus Purnomo: Kami belum membicarakan secara rinci terhadap perencanaan atas kebijakan suspensi ini. Informasi lebih lanjut akan didistribusikan dalam beberapa bulan mendatang. Apa yang kita miliki pada tahapan awal ini adalah master plan ekspansi ekonomi yang akan membawa tambahan infrastruktur, meningkatkan konektivitas antar pulai di Indonesia dan memfasilitasi investasi baru.

Exit mobile version