Pada 28 Mei, parlemen Papua Nugini meloloskan amandemen dengan cakupan luas yang memproteksi perusahaan sumber daya dari tuntutan yang berkaitan dengan perusakan lingkungan, hukum ketenagakerjaan, dan penganiayaan pemilik lahan. Masalah-masalah yang terkait pada lingkungan kini dapat diputuskan oleh pemerintah tanpa kemungkinan tuntutan di kemudiannya.
Keunikannya di dunia, sekitar 90 persen lahan di Papua Nugini dimiliki oleh klan atau secara komunal, bukan oleh pemerintah. Bagaimanapun juga, amandemen baru ini dapat secara drastis melemahkan pemilik lahan Papua Nugini dari mengambil tindakan legislatif sebelum atau setelah kerusakan lingkungan terjadi. Secara esensial, ini menempatkan seluruh keamanan lingkungan hidup di Kementrian Lingkungan dan Pelestarian.
Membandingkan amandemen tersebut dengan deregulasi Amerika Serikat yang memuliskan jalan menuju tumpahan minyak besar-besaran di Teluk Meksiko, pengacara hak kemanusiaan dan lingkungan Papua Nugini, Tiffany Nonggorr, mengatakan bahwa amandemen ingin “menghilangkan check and balance Undang-undang Lingkungan untuk proyek-proyek dan melindungi kepentingan pengembang dengan mengorbankan pemilik lahan dan lingkungan.”
Mambruk Victoria yang endemis di pulau Nugini dan terdaftar sebagai Rentan dalam Daftar Merah IUCN. Foto oleh: Rhett A. Butler. |
Amandemen ini merupakan respon langsung atas masalah-masalah legal dari Tambang Nikel Ramu yang kontroversial yang dijalankan oleh perusahaan milik negara Cina Metallurgical Construction Corp (MCC). Tambang 1,4 milyar telah mengalami keterlambatan akibat tuntutan dari pemilik lahan setempat yang telah memenangkan perintah untuk menutup pipa lumpur, yang akan membuang limbah tambang – termasuk merkuri dan cadmium – langsung ke teluk di Propinsi Madang, sebuah praktek yang termasuk melanggar hukum di Cina.
“Rencananya adalah untuk membuang ratusan juta ton limbah tambang selama masa pakai dua puluh tahunnya langsung ke Teluk Astrolabe, yang […] adalah salah satu dari daerah terakhir tuna yang sangat bagus. Sistem pembuangan kapal selam berekor ini dilarang di sebagian besar negara, termasuk Cina saya percaya. Mereka mengatakan ini adalah ‘pembuangan di air yang dalam’, namun ini hanya seratus lima puluh meter. Dengan cara apa pun ini tidak terkunci di dasar laut,” Glen Barry baru-baru ini mengatakannya di sebuah wawancara dengan mongabay.com.
Pemerintah Papua Nugini, dikepalai oleh Michael Somare, telah lama bersekutu dengan pemerintah Cina dan MCC. Amandemen ini tampak sebagian besar sebagai usaha untuk menenangkan perusahaan dan terus mendorong tambang serta pipa lumpurnya tanpa menghiraukan masalah lingkungan dan kekhawatiran setempat.
“Bisa dikatakan bahwa PM mungkin kehilangan muka (bahkan lebih) dengan pemilik utamanya, yaitu Pemerintah Cina, akibat keterlambatan [di Tambang Nikel Ramu],” Paul Barker, kepala di Papua New Guinea Institute of National Affairs (INA) yang non-politis dan berorientasi penelitian, mengatakan pada mongabay.com. “Ini juga dipaksakan masuk ke Parlemen sore hari, dengan pemberitahuan yang normalnya diperlukan untuk sebuah peraturan tampaknya dikesampingkan, dan debat di Parlemen tersumbat.”
Barker menambahkan bahwa ia terpana saat mendengar amandemen tersebut.
Kanguru pohon Huon endemis pada semenanjung Huon di pulau Nugini dan terdaftar sebagai Terancam Punah di Daftar Merah IUCN. Hanya 2.500 yang diperkirakan masih bertahan hidup. Foto oleh : Rhett A. Butler. |
“Ini seperti mengubah seluruh buku peraturan lingkungan hidup yang berlaku di seluruh proyek ekonomi utama agar sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh satu atau dua investor; atau lebih spesifik lagi untuk mencari cara instan yang menyeluruh agar pemerintah dapat menghindari pengekangan yang canggung (di bawah Undang-undang Lingkungan yang cukup terdengar) agar bisa menjalankan kesepakatan yang telah dicapai dengan investor tertentu.”
Seperti Nonggorr, Barker juga melihat kesamaan dengan deregulasi di AS yang berujung pada bencana minyak di Teluk Meksiko. “[Ini] khususnya terlalu cepat seseorang mungkin berpikir, dengan tumpahan minyak di Teluk yang masih terjadi, di mana pembuat peraturan tampak terlalu nyaman dengan industri tersebut dalam perencanaan dan pengawasan pengeboran lepas pantai.”
Sementara hukum tersebut dipacu oleh kesulitan hukum dari Tambang Nikel Ramu, ini akan memiliki dampak yang lama bagi perusahaan ekstraktif sumber daya yang bekerja di Papua Nugini. Namun sepertinya itulah idenya: setelah amandemen diloloskan oleh 73 parlemen dibanding 10, Menteri Pelestarian dan Lingkungan Benny Allen mengatakan, menurut The Australian, amandemen tersebut didorong karena “kepentingan nasional”-nya sangat penting.
“Sebelumnya, saat penambang atau perusahaan minyak menginginkan untuk menambah aktivitas baru pada izin yang masih berlaku, harus ada aplikasi untuk perubahan izin – dan seluruh proses perizinan akan dimulai lagi jika itu merupakan perubahan besar,” Nonggorr menjelaskan. “Sekarang, jika ada beberapa aktivitas baru – yang harus dilakukan penambang hanyalah menulis surat dan direktur menjawab surat itu dan menyetujuinya dan keputusannya tidak dapat ditinjau ulang atau diperdebatkan dan tidak dapat dihentikan oleh pemilik lahan dan mereka tidak diajak berbicara.” Dalam hal ini direkturnya adalah Benny Allen.
Sementara ini adalah perubahan radikal di hukum Papua Nugini, Barker mengatakan bahwa pemerintah mencoba meloloskan amandemen ini karena banyak untungnya.
“Saya mendengar itu diperdebatkan oleh pengacara Pemerintah bahwa [amandemen tersebut] tidak ditujukan untuk menahan hak siapa pun saat ini, jika izin dikeluarkan dengan benar; namun itu adalah separuh dari yang dimaksud,” jelas Barker. “Banyak izin lingkungan (dan persetujuan pemerintah lainnya) dikeluarkan setelah analisis terbatas dari birokrasi, yang sering kali tidak memiliki sumber untuk menyelidiki pernyataan Dampak Lingkungan secara utuh atau untuk memantau secara efektif dan menegakkan mereka (ini terlepas dari praktek korupsi yang mungkin ada).”
Terlarang bagi pulau Nugini, Kasuari utara diklasifikasikan sebagai Rentan dalam Daftar Merah IUCN. Foto oleh: Rhett A. Butler. |
Amandemen ini sedang ditentang. Nonggorr, yang belum lama ini menyebut rancangan undang-undang itu sebagai “peraturan paling buruk dalam hal hak kemanusiaan yang pernah saya lihat di dalam sesuatu yang seharusnya demokrasi barat”, telah mengajukan Surat Referensi pada Makhamah Agung Papua Nugini yang meminta mereka untuk memutuskan bahwa amandemen baru tersebut tak konstitusionil. Nonggorr mengatakan bahwa mereka mencoba agar peraturan tersebut dinyatakan invalid.
Dalam bagiannya, Barker menambahkan bahwa amandemen baru tersebut terpisah dari pola pertumbuhan oleh pemerintah Papua Nugini untuk “melemahkan check and balance yang sudah tidak memadai di Eksekutif”.
“Kebanyakan dari komunitas telah tersakiti dengan peristiwa-peristiwa yang belum lama, yang mana ini adalah sebuah kasus tambahan […],” ujarnya. “Pemerintah harus siap untuk lebih mendengarkan, dan mengurangi otokrasinya, termasuk melihat pilihan di mana industri yang lebih luas (termasuk industri penambangan) dan kelompok kepentingan lainnya (seperti perikanan dsb) memiliki akses pada keahlian lokal dan internasional yang mandiri, dan juga berkonsultasi dengan komunitas yang lebih luas, jika mereka ingin mendinginkan perasaan publik yang memanas.”
Konflik atas perusahaan ekstraksi sumber daya di Papua Nugini memiliki sejarah hitam. Antara tahun 1989 dan 1999, beberapa ribu orang dibunuh dan puluhan ribu dipindahkan saat sekelompok masyarakat setempat bangkit melawan perusahaan pertambangan Australia, Bougainville Copper Limited (BCL) karena kerusakan lingkungan, dugaan pencurian lahan, dan konflik atas kompensasi di pulau Bougainville. Dengan menggunakan taktik perang gerilya dan sabotase, penduduk setempat Bougainville menutup tambang tersebut dan mengeluarkan tentara Papua Nugini sebelum menjadi perang sipil.
Gambar Google Earth dari Teluk Astrolabe di Propinsi Madang, Papua Nugini. Pertempuran hukum untuk menghentikan Tambang Nikel Ramu dari membuang limbahnya langsung ke teluk berujung pada amandemen yang memberikan perusahaan ekstraktif kekebalan untuk menyebabkan kerusakan lingkungan tanpa ketakutan akan tuntutan dari masyarakat.