Site icon Conservation news

Hutan rimba Borneo merupakan ilusi: pepohonan tumbuh di padang pasir

Dilucuti dari tetumbuhan, Borneo menjadi sebuah lahan pembuangan hampir tanpa kehidupan.

Rimbunnya hutan hujan yang hijau di Kalimantan Tengah (Borneo Indonesia) tumbuh di padang pasir. Ilusi kekayaan dan karunia organik tak ada yang lebih kuat dari yang ada di hutan-hutan pesisir dan mangrov, hutan rawa dan padang rumput. Pepohonan yang menjulang tinggi dan keanekaragaman flora dan fauna yang memusingkan menunjukkan bahwa terdapat cadangan energi dan kehidupan yang tersimpan di suatu tempat di daerah tersebut, dan seluruh organisme hidup tertarik pada cadangan luar biasa ini. Tak ada yang bisa lebih benar dari kebenaran.



Borneo, pulau ketiga terbesar di dunia, memiliki tanah hutan hujan yang bisa dijadikan teladan: dangkal dan miskin nutrisi. Melimpahnya hujan di ekosistem purba ini telah melarutkan tanah selama jutaan tahun. Dunia di atasnya, lapisan atas tanah di hutan hujan tropis terdapat tidak lebih dalam dari 20 cm, seringnya 10 cm, dan mengandung hampir seluruh nitrogen, fosfor, dan potasium lemah yang memungkinkan. Mineral esensial ini diambil oleh vegetasi yang tumbuh di atasnya segera setelah mereka bisa, dan kemudian terkunci di dalam biomass hidup tersebut. Sekalinya daun gugur atau seluruh tanaman jatuh ke tanah, zat vegetatif tadi terurai oleh hewan, jamur, dan mikroba dekomposer, dan nutrisi sekali lagi masuk ke dalam tanah, untuk digunakan secara cepat. Ini adalah siklus yang sangat saling terhubung dan rapuh.





Foto oleh Janie Dubman

Kalimantan Tengah bagian selatan (Borneo Indonesia Tengah), di mana Orangutan Foundation International, kelompok yang bekerja untuk melindungi dan merehabilitasi orangutan yang terancam punah, melakukan pekerjaannya, memiliki tanah yang tak hanya buruk, tapi juga berpasir. Ini karena fakta bahwa daerah tersebut merupakan daerah pesisir, dan sebagian karena pengaruh geologis. Di keadaan di mana hutan hujan masih asli, pasir ini, tertutupi oleh tanah permukaan, mendukung ribuan spesies pohon; ratusan dari ini menghasilkan buah yang memberi makan keempatbelas spesies primata Borneo, burung, tikus, serangga, beuang madu, dan babi hutan. Ketika dibabati dan ditanami dengan hati-hati, beberapa tumbuhan sayur-mayur bisa tumbuh, seperti kacang-kacangan dan buah termasuk pisang, nanas, pepaya, sitrus, dan nangka. Sebelumnya, sekitar 20 tahun yang lalu, masyarakat lokal menanam padi dan menumbuhkan semua kebutuhannya.



Kini, banyak dari lahan berharga namun rentan ini sedang melalui perubahan yang mendasar. Menghilangkan hutan untuk habitat dan kebutuhan manusia merusak siklus nutrisi, dan konsekuensinya bervariasi. Merampok sampah daun alami dari tanah berarti penyuburan yang sering dan menyeluruh akan dibutuhkan untuk menumbuhkan tanaman di tanah yang buruk, dan bahkan, tidak di semua daerah berhasil. Saat pembabatan untuk perumahan dan urbanisasi, tutupan tanah hilang, dan hanya pasir yang tertinggal untuk memantulkan panas. Perubahan paling mengejutkan, bagaimanapun, disebabkan oleh operasi industri skala besar. Penebangan, baik legal maupun ilegal, menghilangkan sebagian besar dari zat-zat organik yang ada di atasnya dan membuka tanah pada pengawetan melalui pengeringan yang cepat, erosi, dan hilangnya nutrisi. Sangat sedikit spesies yang bisa tumbuh di tanah seperti ini, dan setelah waktu yang lama baru zat-zat organik yang tercecer bisa terakumulasi dan menciptakan permukaan tanah yang dapat merawat bibit. Semuanya dihancurkan dan dibakar, dari dinding penopang pohon hingga lumut. Situs-situs penambangan di sekitar Taman Nasional Tanjung Puting, yang di beberapa bagian memeluk batas taman, seperti permukaan bulan yang mengerikan dengan gundukan-gundukan dan lembah-lembah pasir putih, sunyi dan berkilau karena panas. Taman nasional, seringkali kurang dari 2 meter jauhnya, menjadi saksi seperti apa tanah yang rusak itu sebelumnya.



Kemungkinan nyata dari sebuah hutan hujan bisa saja menipu, dan meliputi seluruh keseimbangan yang halus di kehidupan di dalamanya. Jika kita ingin permata hijau ini tetap menghiasi garis khatulistiwa Bumi, kita harus bisa untuk melihat lebih dari pepohonannya; tidak hanya hutannya, tapi harta karun di baliknya, juga.


Exit mobile version