Membeli buku anak-anak kemungkinan sebabkan penggundulan hutan di hutan hujan padat karbon dan keragamanhayati secara langsung, menurut laporan baru dari Rainforest Action Network (RAN). Dalam penemuan yang menggarisbawahi ironi masalah tersebut, RAN bahkan menemukan bahwa buku tentang perlindungan hutan hujan mengandung serat dari hutan di Indonesia.
Setelah menguji serat kertas dari 30 buku anak-anak, RAN menemukan bahwa sebanyak 18 buku terkait langsung dengan produk kertas dari Indonesia, dan empat di antaranya terbuat dari kertas yang berasal dari pepohonan kayu keras di negara kepulauan tersebut. Hutan hujan di Indonesia ditebangi dalam tingkatan yang mirip dengan di Brazil untuk membuat perkebunan kelapa sawit dan perkebunan akasia (untuk bubur kertas dan kertas) yang luas. Dalam waktu 15 tahun (antara tahun 1990 dan 2005) Indonesia telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan (sebuah wilayah yang lebih luas dari New Zeland), termasuk 21,7 hekrat hutan tua.
“Mempertimbangkan bahwa banyak penerbit telah membuat komitmen publik untuk mengurangi jejak (footprint) lingkungan hidup mereka, kami kaget dengan skoop luas industri dari masalah ini,” ujar Lafcadio Cortesi dari RAN. “Kami pikir, anak-anak dan orangtuanya tidak ingin memilih antara mencintai buku atau melindungi hutan hujan.”
Laporan ini juga menemukan bahwa 9 dari 10 penerbit buku anak-anak terbesar di Amerika Serikat mencetak buku di kertas yang berasal dari Indonesia. Salah satu alasan terbesar dari ini adalah tren penerbit Amerika Serikat untuk mencetak bukunya di Cina untuk mengurangi biaya. Bagaimanapun Cina adalah importir utama produk kertas Indonesia, termasuk menggunakan sumber dari dua perusahaan paling kontroversial di negara tersebut, Asian Pulp and Paper (APP) dan Asia Pacific Resource International (APRIL).
“Meski contoh kami termasuk kecil dan dipilih secara acak, perlu dicatat bahwa lebih dari separuh buku dan 9 dari 10 penerbit buku menggunakan serat dalam bukunya yang terkait dengan perusakan hutan hujan Indonesia,” tertulis di dalam laporan. RAN menyarankan bahwa penerbit buku anak-anak pertama-tama menghapus semua hubungan dengan rantai sumber mereka ke APP dan APRIL.
Delapan puluh persen dari 2,3 milyar ton CO2 Indonesia yang diproduksi per tahun adalah akibat dari perusakan yang luas dan terus-menerus atas hutan hujan dan lahan gambut untuk komoditas seperti kertas dan minyak kelapa. Perusakan ini telah menjadikan Indonesia penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, setelah Cina dan Amerika Serikat.
Rumah bagi kekayaan aneka ragam hayati – 10 persen dari mamalia di dunia, 11 persen dari mamalia di dunia, dan 16 persen dari burung di dunia – Indonesia juga menampung banyak spesies terancam punah termasuk orangutan, badak Sumatera dan Jawa, harimau Sumatera, dan gajah Asia.