Site icon Conservation news

Indonesia mengarahkan target ke Nugini untuk perluasan argikultur

Indonesia akan mengarahkan perbatasan terakhirnya – wilayahnya di Nugini – seiring dengan usahanya menjadi eksportir agrikultur utama, menurut laporan AFP.



Dalam pencariannya untuk menjadi salah satu produsen nasi, jagung, gula, kopi, udang, daging, dan kelapa sawit, Indonesia akan mendorong pembangunan di bagian negara yang memiliki sisa wilayah “liar” terbesar: Papua, separuh bagian Nugini milik Indonesia.



Perluasan di Papua akan dimuali dengan wilayah seluas 1,6 juta hektar (4 juta akre) di sekitar kota Merauke, di bagian pesisir selatan Nugini, dekat dengan perbatasan negara merdeka Papua Nugini. Hutan-hutan di sekitar Merauke akan menjadi target bagi perkebunan kelapa sawit dan pertanian skala besar lainnya, menciptakan ribuan pekerjaan industri dan memacu ledakan popilasi, menurut pejabat pemerintah Indonesia.



“Kami memilih Merauke karena ini adalah daerah yang ideal untuk pertanian tanaman pangan, seperti beras, jagung, kedelai, dan tebu. Kota Merauke memiliki 4,5 juta hektar lahan; 2,5 juta hektar ideal untuk pertanian,” ungkap Hilman Manan dari Kementrian Pertanian kepada AFP.



“Wilayah ini datar dan memiliki iklim yang bagus. Tanahnya cocok untuk tanaman tersebut. SUmatera telah dipadati oleh perkebunan lain, seperti minyak kelapa, dan Kalimantan telah penuh dengan wilayah pertambangan dan banyak wilayah perkebunan juga.”



Manan mengatakan bahwa rencana ini mungkin akan melipat-empatkan populasi Merauke yang telah mencapai 175.000 dan memicu investasi luar besar-besaran di daerah yang belum berkembang. Kepemilikan asing akan diperbolehkan hingga mencapai 49 persen dari perusahaan dan akan ditawari “insentif seperti potongan dan pengurangan pajak pada bea dan cukai”. Investor dari Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah dikatakan telah tertarik.




Merauke. Gambar milik Google Earth




Namun, rencana ini menghadapi perlawanan dari para penggerak lingkungan hidup dan petani skala kecil yang tergantung pada hutan sebagai sumber pendapatan berkelanjutan mereka. Para penduduk lokal takut bahwa masuknya perkebunan industri dapat membahayakan mata pencaharian tradisional mereka sambil menawarkan sedikit kesempatan lahan kerja, karena pekerja perkebunan biasanya didatangkan dari wilayah lain.



“Kami menolak konsep perkebunan pangan. Bagi kami, perkebunan pangan adalah bentuk lain dari persekongkolan perebut lahan. Ini seperti kembali ke era feodalisme,” pejabat Persatuan Petani Indonesia, Kartini Samon, mengatakan pada AFP.



“Lahan milik petani biasa akan diambil oleh perusahaan besar dan para petani tak akan disisakan apapun.”



Persekongkolan ini juga dapat merusak usaha-usaha untuk mengembangkan proyek di bawah mekanisme Pengurangan Emisi dari Penggundulan dan Degradasi Hutan (REDD). Gubernur Propinsi Papua Barnabas Suebu telah menjadi pendukung kuat REDD di diskusi tingkat internasional.



Jerome Rivet. Indonesia bertujuan menjadi keranjang roti dunia. AFP, 21 Feb, 2010



Exit mobile version