Site icon Conservation news

Konferensi yang mampu berlanjut mengungkap celah di Dewan Minyak Kelapa Malaysia

Konferensi berkelanjutan yang disponsori oleh Dewan Minyak Kelapa Malaysia (Malaysian Palm Oil Council – MPOC) bulan lalu mengungkap sebuah celah di antara beberapa penanam dan organisasi pemasaran industri.

Pihak yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, beberapa eksekutif perkebunan kelapa sawit menjauhkan diri dari video yang dibuat oleh MPOC sama seperti kata penutup yang diungkapkan oleh CEO kelompok tersebut, Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron. Mereka mengatakan bahwa video dan komentar itu memberikan amunisi untuk LSM yang menuduh MPOC melakukan greenwashing.

“MPOC harus membuang video itu,” kata seorang eksekutif senior dengan banyak perusahaan perkebunan. “Beberapa pernyataan terang-terang tidak benar hingga itu meremehkan kredibilitas kami. Tidaklah penting jika sebagian dari video itu akurat. Kelompok lingkungan hidup akan fokus pada kesalahan yang tampak jelas dan menggunakannya untuk melawan kita.”



Eksekutif ini merujuk pada pernyataan bahwa minyak kelapa Malaysia selalu berkelanjutan dan belum pernah dihasilkan di hutan tropis yang diubah di Malaysia. Video itu juga menyebutkan bahwa 60 persen wilayah Malaysia tertutup hutan hujan – sebuah angka yang terbantah oleh angka-angka pemerintah – dan bahwa perkebunan kelapa sawit menyimpan karbon hampir sama banyak dengan hutan hujan negara.

“Komentar Dr. Basiron adalah sebuah tanggung jawab,” ungkap seorang peneliti senior dengan firma agrokimia. “Kebanyakan dari yang dia katakan adalah akurat, tapi ketika dia membuat pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal tentang hilangnya keanekaragaman hayati dan penggundulan hutan, itu hanya akan memberikan bantuan pada kelompok hijau dan menodai MPOC.”

“Kita seharusnya seterbuka mungkin,” lanjutnya. “Membuat pernyataan salah membuat MPOC terkena masalah dengan LSM internasional.”

Seorang eksekutif dari perusahaan perkebunan lain mengatakan bahwa ia terkejut MPOC membuat kesalahan yang sama pada video baru itu dengan kesalahan pada iklan sebelumnya yang dinilai oleh Britain’s Advertising Standards Authority (ASA) sebagai suatu petunjuk yang salah.

“Kamu pasti akan berpikir mereka telah membuat video yang kedua dengan benar,” katanya.

Pernyataan kontroversial oleh CEO

Pada kata penutup di konferensi, Dr. Basiron membuat beberapa pernyataan kontroversial.

“Semua lahan bisa dihutankan kembali. Tidak ada alasan untuk tidak dapat menanam sebuah hutan baru,” ucapnya, mengabaikan kesulitan-kesulitan menumbuhkan kembali hutan di lahan yang terdegradasi.

“Dengan penggundulan hutan, semua hewan berpindah ke dalam hutan,” katanya. “Mereka tidak mati.”

Dr. Basiron terus berbicara, menyebutkan bahwa minyak kelapaMalaysia telah selalu berkelanjutan dan tidak dihasilkan di hutan gundul. Dia meniadakan usaha-usaha untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di lahan pertanian – sebuah posisi yang berseberangan dengan target Roundtable on Sustainable Palm Oil’s (RSPO).



Tanaman yang menutup perbaikan nitrogen – dalam logikanya, sebuah penyubur alami – dan integrasi manajemen hama ramah bunga – pestisida alami – di sebuah perkebunan kelapa sawit.

Beberapa eksekutif perkebunan menyatakan bahwa akanlebih produktif untuk fokus pada fakta yang sudah terbangun untuk menyokong persepsi internasional mengenai minyak kelapa Malaysia. Sebagai contoh, memperjelas bahwa kebanyakan minyak kelapa digunakan untuk produksi pangan, bukan biofuel; bahwa ini adalah bibit minyak paling produktif di dunia yang memiliki keseimbangan karbon paling baik dibandingkan dengan tanaman minyak lainnya termasuk kedelai dan lobak; dan bahwa minyak kelapa memiliki peran yang penting dalam pengurangan kemiskinan dan pembangunan daerah rural.

“Basiron seharusnya menghindari pernyataan-pernyataan yang profokatif namun tidak akurat,” ucap salah satu eksekutif dengan perusahaan perkebunan skala menengah.”Itu tidak memberikan apapun untuk reputasi kami.”

“Komentar Dr. Basiron mengancam akan merusak setiap niatan baik yang telah dicapai oleh konferensi,” ungkap seorang representatif dari perusahaan Amerika bersubsidi. “Video MPOC adalah amunisi yang sempurna untuk LSM karena memberikan bahan untuk menyerang kami.”

Sebuah kelompok lingkungan hidup sepertinya setuju.

“Video tersebut adalah alat yang baik untuk kami,” kata ketua dari sebuah kelompok konservasi alam liar.


Buah kelapa sawit di sebuah penggilingan kelapa sawit.

Konferensi Internasional mengenai Minyak Kelapa yang Berkelanjutan, yang bertemu di Kota Kinabalu, Malaysia sejak 13-15 April, mencoba untuk menujukan kritik dari kelompok lingkungan hidup mengenai keberlangsungan dari industri.

MPOC bekerja untuk membedakan minyak kelapa Malaysia sebagai brand premium berkaitan dengan minyak kelapa yang diproduksi di mana pun, terutama Indonesia. Para pemerhati lingkungan mengatakan bidang-bidang hutan yang besar sedang dialihkan menjadi perkebunan di Kalimantan, di Pulau Bornel, Nugini, dan Sumatera, menempatkan keragaman hayati yang jarang dan hampir punah pada sebuah ancaman.

Sustainability conference reveals a rift in the Malaysian Palm Oil Council
Rhett Butler, mongabay.com
May 1, 2008



Last month’s sustainability conference sponsored by the Malaysian Palm Oil Council (MPOC) revealed a rift between some planters and the industry marketing organization.



Speaking on the condition of anonymity, several oil palm plantation executives distanced themselves from a video created by the MPOC as well as closing remarks by the group’s CEO, Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron. They said the video and comments provided ammunition for NGOs that accuse the MPOC of greenwashing.



“MPOC must get rid of that video,” said a senior executive with a major plantation firm. “A few of the statements are so blatantly untrue that it undermines our credibility It doesn’t matter that some of the video is accurate. Environmental groups are going to focus on the obvious fallacies and use them against us.”


Oil palm plantation abutting tropical rainforest.




Oil palm plantation abutting logged over forest in Borneo.


The executive was referring to claims that Malaysian palm oil has always been sustainable and has not resulted in conversion of tropical forest in Malaysia. The video also claimed that 60 percent of Malaysia is covered by rainforest — a number disputed by official government figures — and that oil palm plantations sequester nearly as much carbon as the country’s rainforests.



“Dr. Basiron’s comments are a liability,” said a senior researcher with an agrochemicals firm. “Most of what he said was accurate but when he makes ridiculous claims on biodiversity loss and deforestation, it only serves to help the greenies and tarnish the image of the MPOC.”



“We needs to be as straight-forward as possible,” he continued. “Making false claims is when the MPOC gets in trouble with the international NGOs.”



An executive from another plantation company said he was surprised that the MPOC made the same mistakes with the new video as it did with a previous advertisement that was labeled misleading by Britain’s Advertising Standards Authority (ASA).



“You’d think they would have gotten the second video right,” he said.



Controversial statements by the CEO



Oil palm fruit

In closing remarks at the conference, Dr. Basiron made several controversial claims.



“All land can be reforested. There is no reason why you just can’t plant a new forest,” he said, ignoring the difficulty of re-establishing forests on degraded lands.


“With deforestation, all the animals move to the forest,” he said. “They don’t die.”



Dr. Basiron went on to say that the Malaysian palm oil industry has “always” been sustainable and hasn’t resulted in deforestation. He dismissed efforts to increase biodiversity on agricultural lands — a position at odds with the Roundtable on Sustainable Palm Oil’s (RSPO) stated goals.



Nitrogen-fixing cover crop — in a sense, a natural fertilizer — and integrated pest management-friendly flowers — a natural pesticide — in an oil palm plantation

Several plantation executives suggested that it would be more productive to focus on well-established facts to bolster the international perception of Malaysian palm oil. For example, highlighting that most palm oil goes toward food production, not biofuels; that it is the world’s most productive oilseed with a carbon balance favorable to other oil crops including rapeseed and soy; and that palm oil plays an important role in poverty alleviation and rural development.



“Basiron should avoid the provocative but inaccurate statements,” said one executive with a medium-sized plantation firm. “It does nothing for our reputation.”



“Dr. Basiron’s comments threatened to undermine any goodwill that was achieved by the conference,” said a representative from a subsidiary of an American company. “The MPOC video is perfect ammunition for NGOs in that it gives them material for attacking us.”



One environmental group seemed to agree.



Oil palm fruit at an palm oil mill

“The video is a great tool for us,” said the head of a wildlife conservation group.

The International Palm Oil Sustainability Conference which met in Kota Kinabalu, Malaysia from April 13-15, sought to address criticism from environmental groups over the sustainability of the industry.



The MPOC is working to distinguish Malaysian palm oil as a premium brand relative to palm oil produced elsewhere, especially in Indonesia. Environmentalists say large tracts of forest are being converted for new plantations in Kalimantan, on the island of Borneo, New Guinea, and Sumatra, putting rare and endangered biodiversity at risk.

Exit mobile version