Dengan Moratorium Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi rendah karbon

Artikel ini adalah versi asli editorial Tempo.

Kalimantan Barat
Kalimantan Barat

Pada akhir 1980 di pedalaman hutan Malaysia, peneliti menemukan sejenis tanaman yang hidup dirawa gambut yang mengandung serum anti HIV. Selang setahun kemudian, ketika para peneliti itu kembali untuk mengambil contohnya, tanaman tersebut telah raib.

Raibnya tanaman tersebut menimbulkan kepanikan untuk segera menyimpan spesimen yang ada secara seksama, yang kemudian contoh tanaman tersebut disimpan di Kebun Raya Singapura. Hasil studi menunjukkan bahwa senyawa bioaktif Canalolide A dari tanaman tersebut memiliki kemampuan untuk mengobati AIDS. Obat anti-HIV ini tengah diuji secara klinis, yang bisa menghasilkan ratusan juta dolar per tahun dan memperbaiki kehidupan jutaan orang.

Cerita ini sangat penting bagi Indonesia, karena hutan di Indonesia merupakan rumah bagi duapertiga spesies tanaman dan hewan yang ada di permukaan bumi. Dengan anugerah kekayaan biologi yang luar biasa, Indonesia menjadi negara dengan jumlah spesies tanaman dan hewan terbanyak dimuka bumi ini.

Deforestation in West Kalimantan in Indonesian Borneo
Kalbar

Keputusan Presiden SBY untuk menandatangani Inpres Moratorium di hutan primer dan lahan gambut haruslah menjadi pertanda bagi para pembuat kebijakan dan pembisnis untuk memberikan prioritas melindungi dan memahami hutan, lahan gambut, pegunungan, terumbu karang dan ekosistem mangrove, daripada merubahnya menjadi komoditas. Ilmuwan Indonesia harus diberi kesempatan untuk mendalaminya agar dapat dikembangkan oleh pengusaha menjadi produk komersial.

Tidak hanya tambang batubara, perkebunan akasia dan kelapa sawit yang membuat Indonesia menjadi unik. Namun juga keanekaragaman hayati dan warisan budayanya yang tidak tergantikan. Sayangnya ekologi dan warisan budaya itu menghilang secara cepat, menjadi korban eksploitasi yang sebagian besar hanya menguntungkan para elit dan kepentingan asing, yang mengabaikan pengelolaan sumberdaya tradisional dan mata pencaharian yang memungkinkan bagi penduduk lokal.

Sudah pasti mengubah hutan hujan tropis yang berusia ribuan tahun menjadi perkebunan dapat memberikan keuntungan jangka pendek secara cepat. Namun adakah strategi jangka panjangnya? Apa yang terjadi pada harga minyak sawit, apabila Brasil berhasil membangun perkebunan sawitnya yang berkelanjutan diatas lahan non-hutan? Akankah pasar memberikan diskriminasi harga terhadap minyak kelapa sawit yang dihasilkan dengan cara tidak berkelanjutan?

Pasar telah berubah. Saat ini, berbagai trend telah membuat konsumen berhadapan langsung dengan perusahaan, terutama di Barat dan juga Brazil. Perusahaan tidak ingin dikaitkan dengan konflik sosial dan deforestasi, karena hal tersebut akan mempengaruhi reputasinya. Sebagai contoh salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia, PT SMART harus kehilangan puluhan juta dolar kesempatan bisnis dengan Unilever, Kraft, dan Nestle karena dianggap sebagai penyebab deforestasi dan mengkonversi lahan gambut.

Deforestation in Kalimantan and Sumatra
Kalimantan dan Sumatera

PT SMART kemudian mengadopsi dan menandatangani Kebijakan Konservasi Hutan untuk tidak mengkonversi lahan gambut dan hutan dan mengharuskannya mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat sebelum melakukan penanaman pohon baru berdasarkan Free, Prior and Informed Consent. Hal ini merupakan terobosan bagi PT SMART dan juga industri kelapa sawit di Indonesia.

Di Brazil, produsen kedelai dan peternakan sapi merupakan pemicu utama deforestasi hutan Amazon. Brasil sebagai negara dengan industri ternak terbesar di dunia, bertekuk lutut ketika Walmart, Nike dan Adidas menyatakan tidak ingin membeli kulit dan daging sapi yang telah menyebabkan deforestasi dan pelanggaran buruh. Brasil kemudian mampu menumbuhkan ekonomi sembari melakukan penurunan laju deforestasi. Sejak tahun 2004, laju deforestasi tahunan hutannya menurun secara drastis hingga 80 persen, sedangkan PDB per kapita meningkat hampir 40 persen.

Amerika dan Eropa baru-baru ini mengesahkan amandemen Lacey Act dan FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade), yang menindak kayu, kertas, dan produk kayu yang bersumber secara ilegal. Peraturan ini tidak memaksakan pembatasan penebangan kayu di negara-negara tropis, namun mengharuskan agar Amerika dan negara di Eropa ikut bertanggung jawab mentaati hukum di negara-negara penghasil. Jadi kayu yang ditebang secara ilegal di Indonesia, adalah haram untuk dijual di Amerika.

Deforestation in West Kalimantan in Indonesian Borneo
Kalbar

Indonesia juga telah melakukan terobosan dengan menandatangani kesepakatan VPA-FLEGT (Voluntary Partnership Agreement on FLEGT) baru-baru ini. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pembalakan liar di Indonesia dan untuk menjamin hanya produksi kayu legal saja yang di ekspor dan dapat diterima di pasaran Eropa dan Amerika.

Tren lain adalah diberlakukannya Inpres moratorium bagi hutan primer dan gambut di Indonesia. Keterlambatan dikeluarkannya Inpres tersebut dikarenakan adanya kepentingan yang mencoba mempertahankan Bisnis as Usual. Salah satu contohnya adalah laporan yang dikeluarkan oleh Alan Oxley dari World Growth International yang membela model pembangunan yang bergantung kepada ekstraksi sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan, yang memberikan keuntungan bagi perusahaan besar dibandingkan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah atau meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia.

Oxley menyatakan bahwa penerapan moratorium di Indonesia akan berdampak terhadap 3,5 juta pekerjaan baru setiap tahun dan menyebabkan kemiskinan. Data menunjukan bahwa Industri Kehutanan tidak menciptakan 3,5 juta pekerjaan baru di Indonesia setiap tahunnya. Pada 2010, perekonomian Indonesia secara keseluruhan telah memberikan 2,5 juta pekerjaan baru, dimana kontribusi dari industri kehutanan dan perkebunan mencapai kurang dari 6 persen. Sebagaimana halnya ekonomi Indonesia akan bertumbuh dan berkembang, kontribusi sektor kehutanan bagi pertumbuhan ekonomi secara perlahan-lahan akan berkurang, digantikan oleh sektor jasa dan IT, yang kelak akan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi.

Mekanisme REDD+ memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengurangi emisi sembari mencegah kerugian lebih lanjut dari deforestasi hutan dan lahan gambut, dengan meninggalkan praktek model lama yang tidak lestari. Hal ini memberikan kesempatan yang dapat membuat Indonesia menjadi unik sekaligus meningkatkan kehidupan rakyat.

View of West Papua

View of West Papua
Papua Barat

Dengan pengelolaan sumber daya hutan yang lebih baik, berbasis masyarakat dan rehabilitasi lahan, Indonesia dapat memanfaatkan pasar baru dari jasa ekosistem, dimana perdagangan karbon hanya merupakan salah satu langkah awal. Pelaku bisnis di Indonesia harus mampu menjadi perusahaan yang mengelola lingkungan dan memiliki hubungan baik dengan masyarakat. Tidak hanya sekedar produsen yang mengandalkan komoditas dengan biaya rendah. Pelaku bisnis dengan trend seperti itu yang akan siap untuk menjadi pemimpin ekonomi.

Kepemimpinan Presiden SBY harus diakui karena komitmennya untuk menuju pertumbuhan ekonomi rendah karbon, 7% pertumbuhan ekonomi sembari menurunkan emisi GRK 26%, yang sebagian besar dari deforestasi. Kita berharap agar Amerika, Kanada, dan negara maju lainnya berani mengikuti jejak Presiden SBY demi keselamatan dunia dari kehancuran akibat pemanasan global.

Akhirnya, jangan pernah melupakan peran alam yang diberikan kepada Indonesia. Hampir 100 juta orang Indonesia hidupnya bergantung pada jasa ekosistem yang menghasilkan makanan, udara bersih, air, perumahan, dan bahan bakar.

Keanekaragaman Hayati itu sendiri berharga. Akankah deforestasi menghancurkan potensi kelapa sawit atau menghancurkan obat anti-HIV sebelum serum itu sendiri ditemukan?

Moratorium memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk meraih apa yang benar-benar membuatnya unik, dengan kekayaan warisan budaya dan keanekaragaman hayati. Indonesia dapat menghindari kesalahan dalam model pembangunan ala Barat dan menjadi bagian dari pengembangan model global baru yang menggabungkan kesejahteraan dan keberlanjutan.

Ini merupakan kesempatan baik bagi Indonesia untuk mempelopori upaya ini.

Yani Saloh, The Climate Project Indonesia www.theclimateproject.org

Rhett Butler, pendiri mongabay.com, situs yang fokus terhadap isu kehutanan, berbasis di San Francisco, Amerika.

Article published by
, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

, , ,

Print